Fatwa Ulama: Hukum Mengunjungi Gua Hira Dan Tempat Bersejarah Lainnya Ketika Haji
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta’
Soal:
Banyak kejadian jatuhnya beberapa jamaah haji ketika mereka naik ke gunung Jabal Nur atau ketika turun setelah mengunjungi gua (Hira). Dan sebagian orang mengusulkan untuk membuat tangga yang membantu orang agar bisa menuju gua, lalu menutup jalan-jalan lain dengan pintu besi. Jadi hanya ada satu jalan untuk menuju ke sana, baik untuk naik atau turun.
Jawab:
Naik ke gua (Hira) yang disebutkan di atas bukanlah bagian dari syiar haji dan bukan juga bagian dari syiar Islam. Bahkan ini adalah perbuatan bid’ah, dan salah satu sarana yang dapat mengantarkan kepada kesyirikan.
Oleh karena itu sebaiknya orang-orang dilarang untuk naik ke sana dan tidak perlu membuat tangga atau apapun yang memudahkan mereka ke sana. Dalam rangka mengamalkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam agama kami ini, maka ia tertolak” (Muttafaq ‘alaihi).
Dan sejak turunnya wahyu hingga tersebarnya agama Islam selama 14 abad, tidak kami ketahui adanya salah seorang khulafa ar rasyidin yang menggantikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ataupun para sahabat lainnya, ataupun para imam umat Islam yang memerintah sepanjang sejarah umat Islam, bahwa diantara mereka ada yang melakukan hal tersebut.
Dan yang merupakan kebaikan adalah meneladani jalan mereka dan manhaj mereka. Semoga Allah menjaga kita semua dan memberi kita taufik untuk menjalani manhaj Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan menghalangi kita dari segala sarana kesyirikan.
Wabillahi at taufiq, wa shallallahu’ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Tertanda:
- Ketua: Abdul Aziz bin Baz
- Wakil: Abdurrazaq Afifi
- Anggota: Abdullah bin Ghuddayan
- Anggota: Abdullah bin Qu’ud
***
Fatwa Syaikh Habib Alwi bin Abdul Qadir Assegaf
Soal:
Bagaimana hukum mengunjungi tempat-tempat bersejarah kenabian seperti gua Hira atau gunung Uhud atau semacamnya?
Jawab:
Mengunjungi tempat-tempat demikian dalam rangka ibadah dan taqarrub adalah bid’ah yang terlarang. Tidak terdapat dalil bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallammelakukan hal tersebut (yaitu mengunjungi tempat bersejarah Nabi-Nabi sebelumnya dalam rangka ibadah, pent). Dan para sahabat pun tidak pernah melakukan hal tersebut (yaitu mengunjungi tempat bersejarah Rasulullah dalam rangka ibadah, pent). Padahal para sahabat adalah orang-orang yang paling memahami sunnah dan paling paham agama. Dan mereka paling taat kepada Allah Ta’ala. Dan dalam hadits dikatakan:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barang siapa yang mengada-adakan ibadah baru dalam urusan agama kami ini, yang tidak ada tuntunannya, ibadah tersebut tertolak” (Muttafaqun ‘alaih).
Adapun kalau bukan dalam rangka ibadah dan taqarrub, misalnya sebagai program belajar agar dapat lebih memahami sejarah peperangan dan peristiwa sejarah atau semacamnya, sebagaimana dilakukan oleh sebagian guru-guru, yang demikian tidak mengapa. Karena aktifitas yang non-ibadah hukum asalnya boleh, sedangkan aktifitas ibadah hukum asalnya haram. Namun kebolehan tersebut dengan beberapa syarat:
- Tidak sampai ber-safar. Berdasarkan hadis:
لا تشدوا الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد
“Tidak boleh melakukan perjalanan kecuali kepada tiga masjid“
- Tidak dilakukan diwaktu tertentu dan tata cara tentu yang mirip ibadah
- Tidak bersengaja mengerjakan ibadah di sana, seperti shalat, dzikir, doa atautabarruk.
- Mengingkari kemungkaran, jika ada, dengan tangan atau lisan, namun sesuai tuntunan syariat. Jika tidak mampu, wajib baginya untuk mengingkari dengan hati lalu menjauhi tempat itu, namun ini merupakan iman yang paling lemah.
Tidak adanya riwayat yang menyatakan bahwa para sahabat tidak mengunjungi tempat-tempat tersebut tidak menunjukkan hukumnya terlarang. Hukumnya terlarang hanya jika dalam rangka ibadah saja.
Ada yang mengatakan bahwa mengunjungi tempat-tempat tersebut merupakan jalan menuju kesyirikan. Saya jawab, kalau hanya sekedar mengunjungi tentu bukan jalan menuju kesyirikan. Kecuali jika dibuat sedemikian rupa sehingga tempat-tempat tersebut menjadi tempat rekreasi yang dikunjungi orang dengan berombongan, dan mereka memiliki niat-niat tertentu, akhirnya jadilah tempat-tempat ini menjadi objek wisata. Ini saja yang perlu dicegah. Jadi, jika direnungkan secara mendalam, berbeda antara perkara yang pertama dan kedua.
Wallahu’alam.
—
Sumber: https://kangaswad.wordpress.com/2010/08/19/hukum-mengunjungi-tempat-bersejarah/
***
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.or.id
🔍 Keimanan, Membaca Garis Tangan Menurut Islam, Dalil Berbakti Kepada Guru, Zakat Mal Untuk Siapa Saja, Naskah Kultum
Artikel asli: https://muslim.or.id/26563-fatwa-ulama-hukum-mengunjungi-gua-hira-dan-tempat-bersejarah-lainnya-ketika-haji.html